Nama besar Nikon dalam dunia fotografi memang seakan sudah menjadi jaminan mutu, bahkan sejak era fotografi film 35mm jaman dahulu. Nikon sebagai produsen kamera dan optik asal Jepang dikenal memiliki produk kamera dan lensa yang berkualitas tinggi, memiliki konsumen yang loyal dan berhasil melewati transisi ke digital dengan baik. Kini saat kompetisi DSLR semakin ketat, merk Nikon masih jadi incaran utama banyak calon pembeli meski kadang lucunya orang tidak terlalu paham mengapa mereka memilih Nikon. Kali ini kami sajikan artikel singkat mengenai seluk beluk sistem kamera DSLR Nikon yang mungkin bisa jadi panduan anda dalam memutuskan untuk memilih kamera DSLR.
Nikon dan F-mount
Kamera DSLR merupakan evolusi dari kamera SLR film yang pada dasarnya memiliki desain yang sama untuk urusan konstruksi dan rancang bangunnya. Terdapat cermin untuk memantulkan gambar, terdapat prisma untuk membelokkan gambar ke jendela bidik (viewfinder) dan tentunya terdapat mount untuk memasang lensa. Bicara mount maka bicara kompatibilitas, tiap merk memiliki desain mount lensa tersendiri sehingga tidak bisa sebuah kamera berganti lensa yang tidak semerk, kecuali bila dimodifikasi dengan adapter khusus. Nikon merupakan produsen kamera yang paling sanggup mempertahankan keaslian mount lensanya sejak 52 tahun yang lalu, atau sejak kamera SLR pertama Nikon F diperkenalkan pada tahun 1959. Nikon lalu menyebut standar mount dengan diameter 44 mm itu dengan nama F-mountdan semua lensa Nikon sejak saat itu hingga kini dibuat memakai standar F-mount.
Begitu populernya kamera SLR Nikon pada masa lalu sehingga membuat banyak produsen lensa berlomba memproduksi lensa dengan F-mount seperti Zeiss, Schneider, Voigtländer, Sigma, Tokina, Tamron dan Vivitar. Bahkan karena legendarisnya lensa Nikon, sudah banyak dibuat adapter untuk F-mountsehingga lensa Nikon bisa dipasang di DSLR merk lain. Hingga saat ini semua lensa Nikon generasi modern sekalipun tetap memakai F-mount, jadi lensa lawas yang dibuat oleh Nikon pasti bisa dipasang di kamera DSLR Nikon modern, sebaliknya lensa Nikon modern juga bisa dipasang di kamera SLR Nikon film generasi awal sekalipun .
Seputar Auto Fokus (AF) pada lensa Nikon
Meski tetap mempertahankan keaslian desain F-mount, Nikon terus menyempurnakan teknologi lensanya seperti dipergunakannya pin kontak data untuk lensa ber-CPU. Selain itu, semua lensa Nikon sejak tahun 1959 yang hanya manual fokus akhirnya bisa auto fokus sejak 1986. Saat itu Nikon memperkenalkan lensa AF (Auto Focus) yaitu lensa yang putaran fokusnya dikendalikan dari motor AF pada kamera yang terhubung melalui sebuah ‘obeng’ (screw drive). Sistem auto fokus ini murni bekerja secara mekanik, motor AF pada kamera akan berputar saat kamera sedang mencari fokus, menimbulkan bunyi berisik dan putaran motornya agak lambat.
Setahun setelah penemuan itu, di lain pihak Canon sebagai pesaing Nikon membuat keputusan berani untuk menghentikan produksi kamera manual fokus (yang memakai FD-mount) dan memperkenalkanmount generasi baru bernama EF-mount untuk sistem kamera EOS. Konsep auto fokus Canon EOS berbeda dengan Nikon karena Canon EOS membuat motor AF yang berada di lensa, bukan di kamera. Lensa Canon dengan motor fokus itu lalu diberi nama lensa EF. Jadi semua lensa EF pasti bisa auto fokus pada kamera Canon EOS apapun.
Lima tahun setelah Canon meluncurkan lensa EF dengan motor didalamnya, Nikon akhirnya memutuskan untuk mendesain lensa serupa (memiliki motor auto fokus) yang ditandai dengan diluncurkannya lensa Nikon AF-I (Auto Focus-Internal) yang memiliki motor di dalam lensanya. Sayangnya lensa Nikon AF-I jumlahnya cuma sedikit, kebanyakan lensa Nikon saat itu hanyalah lensa AF atau AF-D yang belum memiliki motor fokus di dalamnya (lensa AF-D adalah lensa AF dengan fitur Distance metering). Nikon lalu membuat keputusan tepat dengan memperkenalkan lensa AF-S pada tahun 1998. Lensa AF-S memiliki motor fokus yang lebih baik dari lensa AF-I karena memakai teknologi SWM (Silent Wave Motor) sehingga sesuai namanya, motor ini memiliki suara yang nyaris tak terdengar. Kamera cukup mengirimkan perintah ke lensa melalui pin kontak data untuk memutar motor SWM. Bukan cuma tidak bising, motor SWM pada lensa AF-S Nikon juga berputar cepat sehingga memudahkan saat ingin mengunci fokus dengan cepat. Dengan hadirnya lensa bermotor (AF-I dan AF-S) membuat motor fokus yang ada di kamera jadi seperti mubazir karena tidak terpakai lagi, maka itu pada kamera DSLR kelas pemula sejak D40, Nikon sudah meniadakan motor AF pada kamera. Kerugiannya adalah, bila lensa generasi lama (seperti lensa AF atau AF-D) dipasang di kamera tanpa motor AF maka untuk mengatur fokus hanya bisa dilakukan secara manual.
Seputar format FX dan DX
Nikon dengan F-mount berdiameter 44 mm ini awalnya dibuat untuk kamera film 35mm. Di era digital fungsi film sebagai penangkap gambar digantikan oleh sekeping sensor dengan jutaan piksel peka cahaya. Meski Nikon memutuskan untuk tetap mempertahankan F-mount saat membuat kamera DSLR pertamanya di tahun 1996, namun Nikon tidak memakai sensor yang ukurannya sama seperti ukuran film (ukuran sekeping film adalah 36 x 24 mm), melainkan memakai sensor yang ukurannya sekitar 2/3 kali lebih kecil dari ukuran film. Sensor ini berukuran sekitar 24 x 16 mm yang lebih dikenal dengan sebutansensor APS-C. Kamera DSLR Nikon dengan sensor APS-C ini selanjutnya disebut kamera Nikon DX. Di tahun 2007 akhirnya Nikon meluncurkan DSLR pertamanya yaitu Nikon D3 dengan sensor seukuran film 35mm, yang biasa disebut sensor full frame. Kamera dengan sensor full frame ini diberi nama kameraNikon FX. Kamera Nikon FX ditujukan untuk para profesional dan harganya pun mahal. Maka itu Nikon lebih banyak memiliki jajaran produk kamera DX daripada FX.
Untuk alasan menekan biaya dan portabilitas, sejak tahun 2002 Nikon juga membuat lensa dengan kode DX yang ditujukan untuk kamera DSLR dengan sensor APS-C. KarenaLensa DX dibuat khusus untuk sensor APS-C, maka lensa ini memiliki diameter yang lebih kecil dari lensa non DX (full-frame), meski tetap memiliki desain mounting yang sama. Gambar di samping menunjukkan perbedaan ukuran antara sensor APS-C dan sensor full-frame 35mm. Lingkaran merah menunjukkan diameter lensa full-frame dan lingkaran hijau menunjukkan diameter lensa DX. Tampak kalau diameter lensa DX didesain untuk menyesuaikan ukuran bidang sensor APS-C yang memang lebih kecil dari sensor 35mm.
Meski lensa Nikon DX juga memakai F-mount yang artinya bisa dipasang pada kamera Nikon FX atau kamera SLR film, namun bila lensa DX dipasang di kamera FX maka hasil fotonya akan terdapat lingkaran di bagian sudut (vignetting) akibat diameter lensa DX yang lebih kecil dari sensor 35mm. Maka itu lensa DX tidak ditujukan untuk dipakai di kamera FX, namun sebaliknya pemilik kamera DX bisa memakai lensa apapun, baik lensa DX maupun lensa full frame tanpa masalah.
Karena ukurannya yang lebih kecil dari film 35mm, maka sensor APS-C akan menghasilkan crop factorsebesar 1.5x yang artinya fokal lensa yang terpasang pada kamera DX akan mengalami koreksi, misal bila lensa 24-70mm dipasang di kamera DX maka fokal efektifnya akan setara dengan 35-105mm. Perhatikan gambar di atas, crop factor 1.5x pada kamera Nikon DX menyebabkan bidang gambar yang tadinya luas seolah mengalami cropping.
Kode-kode lensa Nikon
Nikon sudah memproduksi banyak sekali lensa dan semakin modern justru semakin dipenuhi dengan kode-kode yang membuat bingung orang yang awam. Sebagai contoh, bagaimana memahami kode yang ada dari lensa Nikkor AF-S DX 18-200mm 1:3.5-5.6G VR IF ED? Beginilah penjelasannya :
- Nikkor : Nama untuk lensa buatan Nikon.
- AF-S : Lensa Nikon yang memiliki motor ‘SWM’ sehingga proses auto fokus dilakukan di lensa, bukan pada bodi kamera. Lensa AF-S diyakini lebih cepat dan akurat dalam urusan auto fokus dibanding lensa AF lainnya.
- DX : Lensa Nikon khusus untuk DSLR Nikon berformat DX (memiliki sensor APS-C). Lensa ini memiliki lingkar gambar lebih kecil dari lensa Nikon non DX, sehingga memiliki ukuran yang juga lebih kecil. Apabila lensa ini dipasang pada DSLR Nikon berformat FX seperti Nikon D3, maka akan terjadi vignetting.
- G : Menyatakan ketiadaan aperture ring pada lensa. Pemilihan nilai aperture hanya bisa dilakukan melalui dial kamera (kamera SLR Nikon lama tidak kompatibel dengan lensa G ini).
- VR : Vibration Reduction, teknologi stabilizer pada lensa untuk meminimalisir getaran tangan saat memotret pada kecepatan rendah. Dengan memakai lensa VR kemungkinan gambar blur dapat dihindari karena elemen VR akan mengkompensasi getaran, kemampuannya hingga 3-4 stop.
- IF : Internal Focusing, proses auto fokus terjadi didalam lensa sehingga tidak ada bagian luar lensa yang berputar saat lensa mencari fokus. Ini memungkinkan penambahan filter tertentu pada bagian depan lensa.
- ED : Extra low Dispersion, elemen lensa khusus yang ditujukan meningkatkan kontras dan ketajaman dengan meniadakan penyimpangan warna saat cahaya memasuki bagian lensa / chromatic aberration.
Jadi, lensa tadi bisa dipahami sebagai lensa Nikon berformat DX, punya motor fokus pada lensa, memiliki jangkauan zoom terdekat di 18mm, terjauh di 200mm dengan diafragma maksimal pada saat wide di f/3.5, terjauh di f/5.6, memiliki teknologi stabilizer VR, tidak memiliki aperture ring, dilengkapi elemen lensa ED dan sistem mekanisme auto fokusnya secara internal. Karena lensa DX dirancang untuk dipasang di kamera Nikon DSLR bersensor APS-C, maka akan terkena crop factor 1,5x sehingga jangkauan efektifnya setara dengan 27-300mm.
Untuk lensa Nikon lainnya, masih banyak istilah lain yang biasa dipakai, diantaranya :
- SIC : Super Integrated Coating, lapisan khusus untuk menghilangkan flare saat lensa terkena cahaya matahari.
- N : Nano crystal coat, lapisan lensa yang juga dipakai untuk mengurangi flare dan ghosting.
- Asph : Aspherical lens, lensa khusus untuk mengurangi distorsi dan penyimpangan warna.
- D : Distance information, untuk memberikan informasi tentang jarak objek ke kamera sehingga membantu kerja sistem Matrix metering dan iTTL flash.
- DC : Defocus Control, untuk mengubah-ubah variasi bokeh sehingga foto portrait dapat memiliki background yang blurnya sesuai.
- Micro : Istilah untuk lensa khusus makro.
Nikon Speedlight
Aksesori penting pendukung DSLR Nikon yang paling utama adalah lampu kilat. Dalam urusan lampu kilat ini Nikon Speedlight sudah terkenal akan kehandalan dan akurasi TTL-nya. Nikon juga memiliki pengaturan banyak lampu dengan kendali secara wireless (memakai gelombang RF) yang dinamai CLS (Creative Lighting System). Pengaturan intensitas cahaya lampu kilat bisa dibuat otomatis dengan TTL ataupun manual. Meski kini banyak dijumpai lampu kilat merk lain yang kompatibel dengan DSLR Nikon, tapi pada prinsipnya Nikon tidak pernah berbagi rahasia akurasi TTL-nya ke pihak luar. Jadi untuk hasil terbaik memang disarankan memakai lampu kilat yang semerk dengan bodi kamera.
Pilihan produk Nikon Speedlight diantaranya :
- SB400 : dua baterai, GN 30 (ISO 200)
- SB600 : GN 30, zoom 24-85mm
- SB700 : GN28, zoom 24-120mm
- SB900 : GN 34, zoom 17-200mm
Segmentasi produk kamera DSLR Nikon
Kamera DSLR Nikon DX
Kelas pemula : Nikon D3100 (baru)
Nikon D3100 merupakan DSLR penerus dari D3000, yang meneruskan D60 dan D40 sebagai kamera Nikon DX kelas pemula tanpa motor AF di bodi. D3100 ini boleh dibilang tak banyak berbeda dengan pendahulunya kecuali penambahan fitur HD movie dan kemampuan auto fokus saat merekam video. Modul auto fokus pada D3100 ini berjumlah 11 titik yang sama seperti pada D3000, meningkat banyak dari D60-D40 yang hanya punya 3 titik. Dengan sensor CMOS 14 MP, D3100 ini sudah sangat baik untuk direkomendasikan kepada pemula yang mencari DSLR yang mudah dipakai namun berkualitas baik. Dengan harga jual 5,8 jutaan plus lensa kit, Nikon siap bersaing dengan merk lain untuk meraup untung dari kamera ini.
Kelas pemula : Nikon D5000 (diskontinu)
Produk elit di kelas pemula ini mengandalkan keistimewaan LCD lipat dan HD movie, melengkapi sensor CMOS 12 MP dan burst 4 fps ditambah modul 11 titik AF yang membuatnya jadi DSLR lengkap dan sarat fitur. Harga jual kamera ini awalnya cukup tinggi mencapai 8 juta (plus lensa kit), tergolong mahal mengingat Nikon D5000 bukanlah DSLR kelas semi-pro. D5000 cocok untuk mereka yang senang merekam video HD dengan angle sulit (LCD lipat sangat berguna dalam hal ini). Sayangnya produk ini sudah diskontinu.
Kelas menengah : Nikon D90 (diskontinu)
Nikon D90 merupakan penerus Nikon D80 yang populer di masa lalu, dengan positioning yang tanggung yaitu antara DSLR pemula dan DSLR semi-pro. Namun D90 sudah dilengkapi dengan fitur kelas semi-pro seperti finder jenis prisma dan top status LC meski masih memakai material bodi plastik. Nikon D90 merupakan DSLR Nikon pertama dengan fitur HD movie dan dijual di harga 9,5 jutaan (body only), cocok untuk mereka yang tidak puas dengan DSLR pemula namun tidak sanggup membeli DSLR semi-pro yang mahal. Produk ini sudah digantikan oleh D7000 berikut ini.
Kelas menengah hingga semi pro : Nikon D7000 (baru)
Nikon D7000 merupakan DSLR Nikon penerus D90 yang begitu dinantikan dengan sensor 16 MP dan bodi berbahan magnesium alloy yang kokoh. Dua hal baru yang disambut antusias pada D7000 adalah modul auto fokus Multi-CAM 4800DX dengan 39 titik AF (9 diantaranya cross type) dan modul metering dengan 2016 pixel AE yang sangat akurat dan pertama dalam sejarah Nikon. Pada D7000 kini disediakan tombol putar untuk mengakses mode pemotretan S, CL, CH yang membuatnya tampak profesional. Kamera seharga 15 jutaan ini dijual bersama lensa kit 18-105mm VR.
Kelas semi pro : Nikon D300s
Di kelas semi-pro sesungguhnya, Nikon mengandalkan D300s yang tangguh, cepat dan mewah. Namun bagaimanapun, D300s masih masuk kelompok kamera DX dengan sensor APS-C yang lebih kecil dari sensor 35mm. Dengan 51 titik fokus dan 1005 pixel RGB metering, D300s siap diajak bekerja cepat hingga 7 fps. D300s menambahkan fitur HD movie dandual slot memory-card dibanding pendahulunya D300. Kamera 12 MP ini cocok untuk mereka yang mengutamakan kecepatan, akurasi dan custom setting yang lengkap, D300s dijual di kisaran 17 juta body only.
Kamera DSLR Nikon FX
Kelas semi pro hingga profesional : Nikon D700
Di kelas semi pro hingga profesional, Nikon punya produk yang sesuai bernama Nikon D700 dengan sensor FX (full frame) yang masih setia di resolusi 12 MP layaknya D300s yang berformat DX. Kamera ini mampu mencapai kecepatan burst 8 fps bila dipasang battery grip tambahan. Sama seperti D300s, kamera ini memakai 51 titik fokus dan 1005 pixel RGB metering. Untuk ISO, D700 sanggup memberi foto dengan noise amat rendah di ISO tinggi hingga ISO 6400 dan bisa ditingkatkan sampai ISO 25.600 bila perlu.
Kelas profesional : Nikon D3x dan Nikon D3s
Di kelas profesional sesungguhnya, Nikon punya duet D3s dan D3x, keduanya adalah penyempurnaan dari D3, kamera DSLR nikon FX pertama. Bedanya, D3x memakai sensor 24 MP tapi cukup lambat di 5 fps, sedangkan D3s tetap setia di 12 MP tapi mengandalkan kecepatan hingga 9 fps. Keduanya punya usia shutter teruji hingga 300 ribu kali jepret, punya dual CF slot, bisa dipakai vertikal tanpa menambah battery grip (ada vertikal grip terintegrasi) dan tanpa lampu kilat internal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar